Sumarno, Tukang Kayu menjadi Pengusahan Mebel

Sumarno adalah seorang tukang kayu asal Klaten yang terampil mengolah kayu mentah sejak usia 15 tahun. Sumarno lahir di Klaten, tanggal 17 Maret 1972. Dia kerap diminta untuk merenovasi rumah atau membangun rumah, sebagian ada yang meminta marno untuk dibuatkan lemari pakaian. Profesi menjadi tukang kayu digeluti hingga ia menikah dengan kekasihnya Sumi. Setelah menikah, Sumi diajak merantau ke Jakarta, Kurang dari setahun di Jakarta, Sumi ingin kembali ke kampung halamannya karena ingin melahirkan buah cintanya dengan Marno di Klaten.

Demi sang istri, Marno ikut pulang kampung dan meninggalkan pekerjaannya di Jakarta. Setelah kelahiran anak pertamanya. Marno betah tinggal di kampung, dan enggan kembali ke Jakarta. Hampir enam tahun Marno hidup tenang di desa. Namun kakaknya, Yadi, memaksanya kembali ke Jakarta untuk membantu usaha kayu jati miliknya. Yadi sangat paham bahwa Marno terampil mengolah kayu. Yadi memintanya untuk belajar membuat kitchen set. Saat itu, permintaan kitchen set sangat tinggi. lebih tinggi dibandingkan mebel lainnya.
“Di situ saya mulai belajar, mulai mengukur, mengenal model sampai memasang.  Semuanya saya pelajari.” ujarnya.

Setahun kemudian, Marno memutuskan menyewa lahan sendiri. Lahan itu, selain sebagai bengkel kerja dan showroom, juga dipakai sebagai tempat tinggal dia dan keluarganya. Awalnya. usahanya itu hanya sebagai cabang usaha milik kakaknya. Usaha kakaknya itu letaknya tidak jauh dengan tempat usaha Marno, yakni di Jalan Keradenan, Bogor, Jawa Barat. Sebagian mebel yang ada di tempat Marno adalah milik Yadi. Toko cabang itu ditunggui oleh istri Marno, Sumi. Sedangkan Marno yang mengerjakan semua pesanan mebel dari pelanggan. Status Sumarno,saat itu sebatas pekerja dengan upah Rp 100.000 per hari atau Rp 3 juta per bulan. Penghasilannya itu pun, kata Marno, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Selama bekerja, Marno tidak pernah menemukan kesulitan mempelajari cara berbisnis membuat kitchen set. Dasar pemahaman sebagai perajin kusen pintu atau jendela membuat Marno lebih cepat menangkap ilmu baru. Marno yang jujur dan lincah mampu mengembangkan usahanya. Sang kakak pun menantang adiknya untuk membuka usaha sendiri dalam waktu kurang dari tiga tahun. “Pokoknya sebelum tiga tahun kamu harus sudah bisa mandiri. No,” ujar Marno menirukan perkataan kakaknya.

Keberanian mendirikan usaha mebel itu muncul berkat dukungan kakak. Awalnya, Marno dan istri bingung dengan permintaan kakaknya. Mendirikan usaha sendiri itu sama sekali tidak pernah dibayangkan dalam benak pasangan suami-istri itu lantaran kondisinya sangat terbatas. Dia menganggap hanya sebagai pekerja yang memiliki semangat dan upaya keras dalam menjalani profesinya. Marno tidak langsung menjawab tantangan sang kakak.Setahun pun berlalu. Yadi kembali menantangnya untuk mandiri. Bahkan, tenggat waktu yang diberikan sang kakak semakin singkat, kurang dari tiga tahun. “Kalau menunggu tiga tahun takutnya anak kamu enggak bisa sekolah,” tutur Marno yang kembali menirukan kata-kata sang kakak.

Kini diumur 40 tahun sumarno telah menjadi pengusaha mebel jati yang sukses. Aneka mebel berbahan kayu jati, seperti lemari, ranjang, kursi tamu, meja makan, sofa, dan kitchen set. Usahanya sekarang di Jalan Raya Sukajati RT 06/03, Cibinong, Kabupaten, Bogor. Sumarno memiliki dua anak, yakni anak pertamanya adalah fauzan dan anak keduanya Calista. Kedua anaknya telah disekolahkan marno di sekolah yang terakreditasi tinggi. Usahanya tak pernah sepi order, minimal omzet yang diperoleh sebesar Rp 30 juta per bulan.

Leave a comment